Saturday, January 31, 2009

Moondance

Ternyata, August Rush bagus ya! Saya baru nonton dan benar-benar terkesan dengan film ini. Pemeran August lucu banget. Pemeran bapaknya August ganteng banget hehehe.

Dan berhubung ini adalah film musical, soundtracknya sangat membantu feel film ini secara keseluruhan. Anyway musical di sini bukan seperti musicalnya film india dimana semua adegan emosional harus dinyanyiin, tapi lebih ke menjadikan komposisi musik sebagai 'pemeran' utama film ini.

Dari semua soundtracknya, favorit saya adalah moondance versi jonathan rhys meyers dengan iringan harmonika yang mengalun sangaaaat indah. Coba deh dengerin di sini.

A fantabulous performance!

Well, its a marvelous night for a moondance
With the stars up above in your eyes
A fantabulous night to make romance
neath the cover of october skies
And all the leaves on the trees are falling
To the sound of the breezes that blow
And Im trying to please to the calling
Of your heart-strings that play soft and low
And all the nights magic seems to whisper and hush
And all the soft moonlight seems to shine in your blush

Can I just have one more moondance with you, my love
Can I just make some more romance with you, my love

Friday, January 30, 2009

croissant paling...

Saya adalah penggemar croissant. Hampir setiap ke kedai kopi, saya memesan croissant plain atau almond sebagai teman kopi favorit.

gambar diambil dari sini

Sampai saat ini, croissant paling enak yang pernah saya nikmati adalah di Charles de Gaulle, yang mungkin lebih karena sugesti psikologis akibat menginjakkan kaki pertama kalinya di negeri asal si croissant. Saya lupa harganya, tetapi saya rela membayar mahal untuk croissant plain dengan olesan butter itu. Dengan menggunakan prinsip kelayakan, maka harga croissant yang saya makan di Charles de Gaulle tadi adalah reasonable.

Setelah croissant paling enak sedunia itu, petualangan croissant saya biasa-biasa saja. Sesekali menemukan croissant enak, tapi lebih sering croissant dengan kualitas standar. Tidak ada yang terlalu berkesan, sampai 1 jam yang lalu, di sebuah kedai kopi di mall city of tomorrow Surabaya. Saya memesan secangkir kopi dan sepotong croissant mungil yang ukurannya tidak jauh berbeda dari pastel mak cik hehehe. Rasa croissant sih bisa diterima, tetapi tidak membuatnya masuk menjadi daftar croissant favorit. Di luar itu, yang bikin shock adalah harga yang tertera di bon.

Secangkir kopi 21ribu.
Sepotong croissant 28ribu!

Maka dengan lagi-lagi menggunakan prinsip kelayakan, itu tadi adalah croissant termahal di dunia bagi saya. Haha!

Thursday, January 29, 2009

burn after knowing

Minggu lalu ketika saya di Jakarta, dalam perjalanan menyetir yang menyenangkan di sabtu pagi, saya mendengar sebuah lagu mengalun di radio. Saya tidak tau judul lagunya, tapi ada satu bait yang terus terngiang-ngiang di telinga.

the power of not knowing, and letting go..

Kata-kata yang sederhana tapi bermakna. Terkadang lebih baik saya menutup mata, hati, dan telinga rapat-rapat untuk sesuatu yang sangat saya inginkan, karena saya tau saya tidak mungkin mendapatkannya. Saya berusaha setengah mati untuk menerapkan niat itu menjadi aksi konkret, namun susah, susah sekali di tengah arus informasi seperti sekarang.

Sampai kemudian entah angin dari mana membawa saya kembali ke point yang sama. Tiba-tiba saya mendapati diri saya sedang membuka mata, hati, dan telinga selebar-lebarnya untuk kemungkinan mendapatkannya lagi.

the power of knowing, and letting myself in..

Dan sekarang, saya terbakar.

Sunday, January 11, 2009

Pelajaran PPKn Hari Ini

Sebuah perdebatan terjadi di salah satu mailing list yang saya ikuti. Penyebabnya adalah 'kesalahan' saya memforward email tentang film hollywood yang akan tayang tahun 2009, di tengah2 pembahasan tentang konflik bersenjata Israel-Palestina. Salah satu peserta mailing list me-reply dengan pertanyaan tentang tidak adanya film hollywood yang menyorot perang Israel-Palestina itu, dan kemudian ditimpali dengan diskusi soal perang itu lagi.

Saya melakukan kesalahan kedua dengan mengatakan mereka terlalu serius, mengkait2kan segala persoalan dengan perang Israel-Palestina dalam debat di sebuah mailing list yang pesertanya pun tak sampai 100 orang. Rupanya, bagi orang tertentu, saya dianggap aneh dan tidak normal karena tidak peduli dengan nasib saudara-saudara saya di Palestina sana.

Tetapi dengan perdebatan yang terjadi di mailing list kecil itu, saya jadi berpikir, bahwa tanpa kita sadari terkadang diskusi mengenai suatu konflik bisa menimbulkan konflik baru. Rekan saya di mailing list tersebut berangkapan bahwa di tengah perang yang berkecamuk, sebaiknya kita tidak menonton film hollywood yang keuntungannya hanya akan dipakai untuk mensponsori perang itu. Mungkin ada benarnya, tapi apakah perlu seekstrem itu?

Menonton film buat sebagian orang (termasuk saya) adalah hiburan. Dan saya tidak pilih-pilih, baik film Indonesia, AS, Prancis, saya tonton semua. Eh, ralat, saya pilih-pilih ding, saya nggak nonton film India :) Pesan yang disampaikan dalam setiap film berbagai jenisnya, tidak peduli darimana asal film itu. Pesan moral film pay it forward buatan hollywood saya rasa jauh lebih baik dibanding pesan moral yang terkandung dalam film, let say, abang jarang pulang aku jarang dibelai. It's about the message, not the messanger.

Generalisasi, menurut saya, adalah salah satu akar persoalan perpecahan, dimanapaun dan kapanpun. Apakah semua orang berjenggot panjang itu teroris? Apakah semua wanita pekerja malam itu pelacur? Apakah semua pemilik gelar haji itu sholeh? Apakah semua produk AS itu berbahaya?

Kembali ke soal konflik Israel-Palestina tadi, di mailing list yang lain juga beredar produk-produk yang katanya milik AS atau Israel sehingga kita harus berhenti memakainya. Seharusnya pengirim pesan jangan menggunakan mailing list googlegroups atau yahoogroups, karena, semuanya punya AS jek!

Di era global seperti sekarang dimana dunia seolah-olah menjadi satu tetapi di sisi lain perpecahan juga semakin menggila, memang terkadang kita kesulitan menentukan posisi dimana kita harus berdiri. Bersyukurlah orang-orang yang mempunyai prinsip, tetapi bukan berarti mereka berhak menghina, mencaci, memusuhi orang-orang yang berprinsip berbeda atau tidak mempunyai prinsip sama sekali. Ya Tuhan saya merasa sedang belajar PPKn lagi.

Monday, January 05, 2009

Jakarta: good food, good life.

Biasanya saya malas membuat review tempat makan karena memang nggak ada habisnya. Tapi 4 hari di Jakarta selama libur tahun baru benar-benar memuaskan nafsu makan saya. Semesta pun mendukung karena semua tempat yang saya kunjungi ternyata sangat layak direkomendasikan dari segi suasana maupun makanannya.

Starbucks Sarinah
Soal makanan dan minuman sudah pasti a to the man alias aman. Nilai tambah diberikan oleh adanya live music jazz dengan kualitas sangat layak tampil, dan para pengunjung yang enak dilihat dan cukup dressed up untuk ukuran coffee shop. Eh tapi semua coffee shop di Jakarta sekarang sudah menjadi lambang eksistensi sih ya? No wonder :)

Citrus Cafe Tebet
Makan siang keluarga di hari pertama 2009 berakhir sukses! Biasanya kami kesulitan menentukan jenis makanan yang disukai si mommy selain masakan Aceh, Padang, atau Sunda. Di citrus, mommy memesan 1 porsi seafood platter yang cukup besar dan habis bo! Si daddy yang penggemar japanese food juga tidak kecewa dengan tempura udang di sini. Beef lada hitam, chicken maryland, spaghetti chicken steak, chicken teriyaki, dan fried mushroom juga tandas di meja kami.

Zenbu Senopati
Ini adalah makan malam dengan penuh emosi setelah kejadian aneh di bioskop (read previous post) yang berhasil mencerahkan kembali malam itu. Donburi dan ramen yang kami pesan ternyata rasanya sangat bersahabat, dengan jumlah kalori yang bisa langsung dibaca di buku menu. Eh kalau ke sini jangan lupa pesan ramen ya, soalnya pemasok mienya adalah calon adik ipar saya hihihi.. Oh, dan tempura udangnya... juara! Segar, manis, dan kriukk!

Gelare Senopati
Berada di lokasi yang sama dengan zenbu, kehadiran gelare langsung sukses merusak hitungan kalori yang sudah masuk sebelumnya hehehe.. Favorit saya adalah wafflenya, yang sangat sempurna dipasangkan dengan gelato andalan mereka. Saya menobatkan waffle gelare sebagai the best waffle in town. Untuk minuman, secangkir kecil affogato sangat direkomendasikan. 1 shot espresso yang dileburkan oleh manisnya gelato vanilla. Hmm..

Segarra Ancol
Bagaikan oasis di padang pasir, siapa sangka Jakarta punya tempat asik model begini? Desain yang chic, modern, sekaligus cozy, berpadu dengan pasir dan pantai. Musik yang mengalun dari DJ booth juga membuat siapapun betah berlama-lama di sini. Tersedia berbagai hidangan makanan lokal dan western, minuman non-alkohol, cocktails, dan koleksi wine yang cukup lengkap. Kalau beruntung, kita bisa menikmati hiburan tambahan seperti selebriti yang tercebur kolam karena mabuk ;)

Spice Pot Kemang
This is a hidden heaven. Lokasinya nyempil di rooftop toko (atau butik?) Wimo di Kemang. Desain minimalis dengan dominasi warna putih langsung membuat saya jatuh cinta. Dan di bagian teras, disediakan beberapa meja dan kursi yang sangat nyaman untuk menikmati sore hari sambil menunggu sunset. Pilihan makanan berupa aneka macam main course dari berbagai negara cukup menjanjikan, walaupun kurang banyak untuk ukuran resto sebesar itu. Teh, juice, dan wine juga tersedia. Sayangnya, tidak ada menu kopi.

Jajanan Taman Menteng
All time favorite: Sate Padang dan Frestea! :)

Mungkin karena Jakarta sedang sepi dan bersahabat, semua tempat makan itu jadi memberi kesan lebih mendalam sampai saya buatkan reviewnya di sini hehehe.

Saturday, January 03, 2009

kejadian aneh

Kemarin, saya mengalami kejadian paling aneh di ruang bioskop. Saya dan partner bermaksud menonton film terbaru yang dibintangi aktor favorit saya dan aktris favorit dia. Bangku yang tersisa hanya di A1-A4, sedangkan yang lainnya barisan F ke bawah. Maka kami pun memilih A3-A4, dengan menyisakan A1-A2 masih kosong. Biasanya kami memang tidak pernah memilih barisan A, apalagi A pojok. Dan ternyata memang A pojok lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya hehehe..

Beberapa menit setelah film dimulai, datanglah sepasang lelaki-perempuan yang menempati A1-A2. Si lelaki menempati A2, si perempuan menempati A1. Nampaknya si perempuan merasa dia tidak bisa menikmati film dengan jelas karena posisinya terlalu di pojok. Maka pasangan itu dengan cerdasnya menemukan solusi: si perempuan duduk di lengan kursi! Yap, dia nangkring dengan manisnya di atas lengan kursi yang membatasi A1 dan A2. Sampai di sini, partner saya belum sadar ada kajaiban yang terjadi di sudut A1-A2.

Tapi apa daya, nangkring di atas lengan kursi ternyata belum cukup memberikan tontonan yang jelas bagi si perempuan. Maka si lelaki hadir sebagai sosok pahlawan dengan solusi pintar berikutnya: "sini dek, kamu saya pangku aja!" *kalau ini adalah lenong betawi, ini adalah moment saat gong dipukul*

Awalnya si perempuan agak malu2 *eeeeuwh!*, tapi akhirnya dia menuruti saran sakit jiwa dari si lelaki. Dia dipangku! Mereka tumpuk2an di kursi A2, which is di sebelah kiri kursi saya! Saya refleks mengambil botol minuman di tempat minum sebelah kiri, dan memindahkan ke sebelah kanan saya. Jijik bo! Sampai di sini si partner mulai sadar dengan keajaiban di sudut A1-A2, dia cuman bisa melirik sekilas lalu berbisik ke saya: "sabar ya".

Ternyata memang benar, saya harus ekstra sabar, karena keanehan masih berlanjut. Mereka mengobrol ekstra keras sepanjang film. Saya mau nggak mau jadi menyimak obrolan mereka yang ternyata cukup lucu dan menarik untuk disimak. Eh, tapi lucunya baru berasa sekarang ya. Selama kejadian ini berlangsung saya sih gondok setengah mati.

Si perempuan bertanya filmnya selesai jam berapa, karena kalau jam 5, dia khawatir si ibu sudah pulang. Hmm.. Petunjuk mengenai profesi si perempuan. Tidak lama kemudian si lelaki mendapat sebuah sms yang langsung ikut-ikutan dibaca oleh si perempuan. Isinya dari wanita lain dengan topik sms yang cukup mesra dan menggambarkan kedekatan si pengirim sms dengan pihak lelaki. Si perempuan jadi marah-marah dan menanyakan siapa si wanita pengirim sms itu. Si lelaki klarifikasi dengan menjelaskan bahwa handphonenya sempat dipinjam oleh supir sebelah. Ok, petunjuk lainnya tentang profesi si lelaki. Dan saya jadi lupa memperhatikan jalan cerita di layar bioskop karena drama di samping saya nampak lebih menjanjikan untuk disimak. Damn.

Akhirnya datanglah seorang pahlawan dalam arti yang sebenarnya. Entah mendapat info dari mana, petugas security bioskop tiba-tiba menghampiri pasangan serasi di sebelah saya, dan membentak mereka: "duduknya sendiri-sendiri ya! jangan berdua kayak gini, nanti kursinya roboh!" My knight in shining armor! Yeaaaah!

Si pasangan serasi pun kembali menempati bangku masing-masing. Tetapi jangan sedih, hiburan masih berlanjut dari obrolan-obrolan mereka, dan betapa mereka sangat tidak menikmati film yang sedang ditayangkan sehingga ingin cepat-cepat keluar dari studio tetapi tidak berani karena belum ada yang keluar sebelum mereka. Sumpah saya berusaha menahan diri demi norma kesopanan untuk tidak berkomentar: "nggak papa kok, KELUAR AJA!" Oh dan untuk menunjukkan kebosanannya, si lelaki sempat mengangkat kakinya ke atas kursi di depannya, yang langsung dijawab dengan pelototan ganas dari penghuni kursi B2. Dan sebagai bonus atas pertunjukan mereka, si pihak lelaki sempat membuka sepatunya, mengangkat kakinya, dan mengeluarkan aroma yang nyaris tidak saya kenali karena sudah lama tidak mengendusnya: bau kaki. Well done guys! Standing ovation.

Kalau dipikir-pikir, pasangan ini telah dengan suksesnya mempraktekkan segala petunjuk yang ada di layar bioskop sebelum film dimulai: menyalakan handphone, mengobrol, dan mengangkat kaki. Tetapi mereka melupakan 1 kata penting: DILARANG. Hahaha.

Thursday, January 01, 2009

not so crappy new year

Salah satu adegan favorit saya dari serial friends adalah makan malam natal dan tahun baru yang diselingi toast dengan ucapan legendaris: "here's to a lousy christmas! and a crappy new year!"

Walaupun secara rima cukup selaras dengan ucapan standar merry christmas and happy new year, tapi kalimat di atas memberikan arti yang sangat berbeda, dan cukup menggambarkan kehidupan saya selama liburan natal dan tahun baru ini. Tapi ternyata saya masih cukup beruntung karena tahun baru saya, well, not so crappy at all.

Mendarat di Jakarta jam 21.30, saya dijemput oleh orang-orang kesayangan, dan kami langsung melucur ke sebuah kedai kopi favorit di mega kuningan. Sayangnya setiba di sana jam 22.30, mereka sudah tutup. Perut dan lidah sudah tidak bisa kompromi, saya harus makan sandwich dan minum kopi sialan itu! Maka kami pun meluncur ke thamrin, untuk kemudian menemukan segerombolan manusia dengan tampang antusias memadati halaman gedung dan jalan, mengagumi kembang api yang mulai menghiasi langit Jakarta. Insiden kecil nyaris berakibat fatal ketika mobil kami hampir ditabrak pengemudi mabuk. Semoga si pengemudi berhasil selamat sampai tujuan :)

Kami pun masuk ke kedai kopi, memesan makan dan minum, dan menempati satu-satunya meja yang masih tersisa. Orang-orang semakin ramai. Live music jazz dengan performansi gemilang dari sang vokalis berwajah komik jepang cukup menghibur di tengah sesaknya kedai kopi itu. Kami makan, minum, sambil berulang kali meyakinkan diri sendiri: kita ke sini bukan mau tahun baruan, kita cuman lapar dan ngidam kopi.

Tapi kami juga sadar, bahwa kami seperti halnya puluhan orang yang memadati kedai kopi itu mungkin punya pemikiran sama bahwa kami tidak melihat tahun baru sebagai moment penting yang perlu dirayakan, tetapi di sisi lain kami merasa tinggal di rumah sementara orang-orang berpesta adalah hal yang terlalu menyedihkan. Haha!

Jadi begitulah. Saya tidak merayakan tahun baru kok. Tidak ada yang perlu dirayakan. Setiap hari adalah hari baru. Tapi kalau ada yang nanya: "lo tahun baru kemana?", saya bisa menjawab dengan yakin: "eksis dooooong!"

Betapa terkadang kita masih sangat mudah terpengaruh oleh opini orang lain.

Selamat hari baru!